Minggu, 21 Maret 2010

Ideologi Louis Althusser



Louis Althusser .....

Siapakah dia ?? Who is ..??

Dia adalah seorang Profesor Filsafat dari Prancis, yang lahir pada 16 Oktober 1918 di Aljazair. Dia adalah seorang yang mengkritisi teori marxist, membantah istilah economism dan humanism. Althusser tidak setuju apabila segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia di latar belakangi oleh ekonomi, lalu tidak setuju apa bila sifat-sifat manusia yang menjadi latar belakang tingkah laku manusia memang sudah diberikan seperti itu seperti takdir.


Catatan Awal tentang Louis Althusser

Selain Nietzsche, tidak ada orang "gila" lain yang memberikan kontribusi penting bagi kebijakan manusia selain Louis Althusser. Dia disebut dua kali dalam Encyclopaedia Britannica sebagai guru seseorang tokoh. Pada tahun 1960-an dan 70-an, masa-masa yang penting bagi perkembangan filsafat di Perancis, dan kebangkitan studi tentang kebudayaan, Louis Althusser telah memberikan kontribusi penting. Tetapi, tidak banyak orang yang mengenal Louis Althusser setelah ketragisan hidup dan kampanye ad hominem terhadap karya dan dirinya yang kemudian mempengaruhi perkembangan pemikiran para pengikutnya. Banyak orang lebih mengenalnya sebagai seseorang yang mencoba memformulasikan Marxisme dengan metode yang dipakai oleh aliran strukturalisme. Sekalipun ia tidak pernah mengakui dirinya sebagai seorang strukturalis sehingga John Lechte menganggapnya seseorang Marxis dengan kecenderungan strukturalis.

Louis Althusser lahir di Aljazair 19 Oktober 1918 dan meninggal di utara Paris pada 23 Oktober 1990. Studi filsafat diperolehnya di École Normale Supérieure di Paris, dimana ia kemudian menjadi profesor filsafat. Ia juga merupakan intelektual yang bergabung dengan Partai Komunis Perancis. Argumen-argumennya kebanyakan adalah tanggapan terhadap serangan-serangan yang ditujukan pada dasar-dasar ideologi partai itu. Termasuk diantaranya empirisisme yang mempengaruhi tradisi sosiologi dan ekonomi Marxis, serta ancaman dari orientasi humanitik dan sosial demokrat yang dipandangnya sebagai sebuah ancaman yang mulai mereduksi kemurnian orientasi partai-partai komunis Eropa. Jadi, Louis Althusser dalam hal itu dapat dikategorikan sebagai seorang filsuf Marxis yang lebih ortodoks, karena mencoba mempertahankan dasar-dasar pemikiran Marx dan melihatnya sebagai sebuah ilmu pengetahuan tentang masyarakat yang harus mengikuti dasar-dasar ilmiah.

Althusser berada dalam ruang anti humanis (tepatnya humanis teoritis), karena ia menentang pandangan bahwa individu ada sebelum kondisi-kondisi sosial muncul. Individu adalah bentukan dari desakan-desakan kondisi struktur yang ada. Struktur di sini bukan hanya dalam arti tingkatan atau strukturasi, tetapi menunjuk pada kompleksitas bagunan-bangunan (deferensial maupun strukturasi) segala sesuatu yang berhubungan dengan keberadaan dan keberlangsungan sistem kehidupan. Struktur secara luas menyangkut dunia ide, materi, baik yang tercandra dalam bentuk organisasi atau bahkan pandangan-pandangan hidup, pun ideologi. Individu dengan sendirinya adalah makhluk terberi, bahkan terhadap kesadarannya sendiri merupakan suatu reflektif dari kondidsi objektif struktur yang mengerangkainya.


Althusser dan Kajian Media

Beberapa pemikiran Louis Althusser dapat digunakan untuk menjelaskan peranan media dalam masyarakat. Studi ini sepenuhnya belum selesai, karena pemikiran Louis Althusser sendiri menurut saya sangatlah rumpil (complex), sehingga tulisan ini bisa dikatakan sebagai catatan awal yang digunakan untuk penyelidikan lanjutan mengenai hal itu. Tentunya, juga dengan mempelajari pemikiran-pemikiran Barthes tentang semiologi dan Foucoult. Kajian Althusser tentang Ideologi—ISA dan RSA—merupakan sumber yang paling banyak digunakan dalam cultural studies dan kajian media. Terutama konsep-konsep seperti interpelation, overdetermination, hailing dan lain-lain. Dalam hubungannya dengan kajian media, pemikiran althusser tidak dapat dilepaskan dari pemikiran-pemikirannya yang kemudian menjadi khas strukturalisme Marxisme.

Ada dua konsep Marxisme struktural yang penting. Pertama, penolakan Louis Althusser terhadap bentuk hubungan antara basis dan supra-struktur klasik yang deterministik, serta pandangannya yang melihat media dengan tegas sebagai alat produksi yang menciptakan kesadaran palsu. Dalam Marxisme klasik, basis ekonomi dalam masyarakat menciptakan supra-struktur (politik-ideologi dll)—hubungan-hubungan ekonomi menghasilkan fenomena-fenomena sosial, budaya dan politik yang meliputi semua hal termasuk diantaranya ideologi, kesadaran politik hingga budaya yang berhubungan dengan media. Marxisme strukturalis Althusser menolak pandangan klasik tersebut. Ia berargumen bahwa hubungan basis dan supra-struktur itu bersifat otonomi relatif, dan terdapat kesalinghubungan yang saling mempengaruhi antara supra-struktur dan basis. Sekalipun begitu ekonomi masih mempunyai pengaruhi ‘in the last instance’.

Marxisme Althusser juga menjadi sangat struktural, karena ia menolak konsep essensialisme[5] yang menyebabkan pandangan kaum Marxis melihat hubungan-hubungan ekonomi sebagai satu-satunya esensi dalam masyarakat dan melihat perkembangan sosial masyarakat seolah-olah ekspresi manusia secara alamiah. Dalam pandangan Louis Althusser tiap-tiap pandangan subyektif manusia dibangun oleh ideologi—sebagai faktor yang menjembatani manusia dan alam sekitarnya. Selanjutnya, manusia dan kategori-kategorinya terdapat dalam struktur yang kompleks yang telah ada sebelumnya, seperti bahasa, pendidikan dan dalam konteks ini, budaya media.

Berbeda dengan Marxisme klasik yang sangat ekonomi deterministik, budaya, dilihat sebagai ekspresi dari hubungan produksi yang terjadi. Budaya adalah supra-struktur, sehingga media-massa komersil, koran, majalah, televisi isinya dipandang sebagai cerminan dari hubungan-hubungan ekonomi yang eksploitatif, yang melatarinya. Mengikuti pandangan Louis Althusser, media-massa dilihat sebagai sebuah praktik ideologis yang hubungannya relatif otonom dengan hubungan-hubungan ekonomi yang ada padanya. Dengan begitu sangat memungkinkan untuk menghasilkan nilai-nilai yang berbeda dan berlawanan. Dalam ekplorasi lebih lanjut, media dapat pula menciptakan nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat yang konsekuensi politiknya seperti yang dapat kita lihat saat ini: medialah yang mengatur dan mengontrol masyarakat. Dengan demikian, wajar jika Green Day (musisi band-ed) tidak ingin menjadi bagian dari masyarakat Amerika yang idiot, dimana masyarakatnya sangat menggagumi media massa, sehingga tidak sadar jika seluruh bangsa itu telah dikontrol oleh media.

Sebelum Althusser, kaum Marxis lainnya juga telah memperhatikan media sebagai sebuah bagian dari alat produksi yang khusus menciptkan kesadaran palsu bagi kelas-kelas pekerja. Kajian Adorno dan Horkheimer yang melihat media massa sebagai bagian dari industri kebudayaan atau budaya industri itu sendiri yang memproduksi “pembodohan massal”]. Karakteristik ini kemudian menyadari bahwa media massa menjadi alat untuk mengembangkan nilai-nilai yang berlaku dalam kelas yang berkuasa di samping institusi lain, seperti pendidikan, agama, polisi bahkan sistem politik.

Dalam kajian mengenai institusi-intitusi di luar media massa, pandangan penting dari Louis Althusser adalah tentang ideologi dan aparatusnya. Althusser menolak faham bahwa ideologi adalah kesadaran palsu, sekalipun ia menyadari juga bahwa manusia berhubungan dengan alam sekitarnya melalui ideologi, yang juga memiliki kekuatan yang sama untuk menjadi faktor yang menentukan bangunan masyarakat, sebagaimana basis ekonomi. Ideologi menurut Althusser adalah: I D E O L O G Y (idéologie). Ideology is the 'lived' relation between men and their world, or a reflected form of this unconscious relation, for instance a 'philosophy' (q.v.), etc. It is distinguished from a science not by its falsity, for it can be coherent and logical (for instance, theology), but by the fact that the practico-social predominates in it over the theoretical, over knowledge. Historically, it precedes the science that is produced by making an epistemological break (q.v.) with it, but it survives alongside science as an essential element of every social formation (q.v.), including a socialist and even a communist society. Dengan menempatkan ideology pada tempat yang lebih utama daripada alat-alat produksi, Althusser membuka pembacaan yang bersifat oposisional terhadap media massa sebagamana juga membuka jalan bagi beragam cara pandang dalam media. Seperti juga apa yang dikatakan Marx, dalam ideologi, manusia sadar akan status sosialnya dan berjuang untuk membebaskannya. Sehingga dengan “membaca” dan “melihat” media, maka seseorang akan sadar dengan status sosialnya, serta melalui produksi media orang juga dapat melakukan perlawanan terhadap dominasi kelas yang berkuasa.


Perspektif Media


Perpektif dalam sebuah media ataupun didalam sebuah studi media itu ada 2 perspektif yang dimana didalam kedua perspektif itu mempunyai asumsi dan pendekatan yang sangatlah berbeda

Melalui perspektif pluralist mempunyai asumsi-asumsi umum antara lain :

  • masyarakat terbentuk dari beraneka ragam kelompok yang bersama-sama menunggu untuk mewakili kepentingan mereka di depan pemerintah. perbedaan kepentingan memberikan keseimbangan dan kekuatan kepada seluruh masyarakat. dan suara yang berpotensial akan didengar.
  • kekuatan kelompok untuk mewakili kepentingan mereka adalah sama kuatnya. tidak ada kelompok yang mendominasi
  • pemerintah berlaku sebagai penengah di atas kepentingan yang baik meuntun untuk mencapai kesepakatan.
  • kehidupan politik terlepas dari kehidupan ekonomi. si kaya dan si miskin dipandang sama di hadapan pemerintah dan hukum
  • pelaksanaan kekuasaan bersifat terbuka atau transparan

Dan mempunyai sebuah asumsi media antara lain :

  • media membantu untuk menyuarakan setiap pendapat dan menyediakan forum untuk berdebat
  • media menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk bertindak
  • media bebas dari pengaruh pemerintah dan ekonomi
  • media melayani sebagai institusi mandiri yang mengawasi pelayanan berlebihan oleh pemerintah dan pengaruh berlebihan atas kelompok tertentu.

Perspektif Marxist :

Teori Marxist dalam sejarah materialisme memahami dapat masyarakat sebagai fundamental ditentukan oleh kondisi material pada suatu waktu - ini berarti hubungan orang-orang yang masuk ke dalam satu sama lain dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, misalnya untuk belanja dan pakaian mereka dan keluarga. Secara umum Marx dan Engels mengidentifikasi lima (dan satu transisi) berturut-turut tahapan pengembangan material ini kondisi di Eropa Barat.
Ada lima tahap dalam perkembangan materialisme:

1. Komunisme primitif: seperti yang terlihat di masyarakat suku tribal.
2. Masyarakat slave: yang berkembang saat suku menjadi sebuah negara kota. Aristokrasi lahir.
3. Feodalisme: aristokrasi memerintah kelas. Pedagang berkembang menjadi kapitalis.
4. Kapitalisme: kapitalis kelas yang memerintah, yang membuat dan menggunakan kelas yang benar bekerja.
5. Sosialisme ("kediktatoran dari rakyat jelata"): pekerja mendapatkan kesadaran kelas, yang meruntuhkan kapitalis dan mengambil kontrol atas negara.
6. Komunisme: sebuah kelas dan masyarakat bernegara yang berbagi produksi barang.

Adapun Asumsi-asumsinya :

  • media dimiliki oleh kaum borjuis
  • media dioperasikan dalm kelas mereka
  • media mempromosikan kelas pekerja kesadaran palsu
  • akses media ditolak oelh oposisi politik
  • media terlihat sebagai bagian dari arena ideologi dimana berbagai pandangan kelas berjuang keluar, walaupun dalam konteks dominasi tertentu.
  • kontrol utama semakin terkonsentrasi pada modal monopoli

Marxism berpendapat bahwa perjuangan kelas adalah elemen utama dari perubahan sosial. Karena ketegangan antara kelas sosial dianggap sebagai penyebab kerusuhan politik, Marxism mencoba untuk memecahkan masalah ini membuat publik oleh kepemilikan sebagai fitur dominan. Walaupun ada banyak teori dan praktek perbedaan di antara berbagai bentuk Marxism, kebanyakan bentuk Marxism berbagi prinsip-prinsip ini:

1. perhatian kepada materi kondisi kehidupan sosial dan hubungan di antara orang
2. kepercayaan bahwa kesadaran masyarakat tentang kondisi kehidupan mereka ini mencerminkan kondisi material dan hubungan
3. pemahaman dari kelas yang berbeda dalam hal hubungan produksi dan sebagai posisi tertentu dalam hubungan seperti itu
4. pemahaman tentang materi dan kondisi sosial sebagai hubungan historis lunak
5. tampilan sejarah yang sesuai dengan perjuangan kelas, yang berkembang antara konflik kelas dengan menentang kepentingan, struktur setiap periode historis dan melihat sejarah perubahan
6. simpati untuk bekerja atau kelas rakyat jelata
7. kepercayaan bahwa segala kepentingan pekerja sesuai dengan yang terbaik dari kemanusiaan secara umum

Pendekatan marxist pun mempunyai sebuah pendekatan yang melalui media masa :

  • pendekatan struktural, dimana penekanannya adalah pada internal artikulasi dari sistem penandaan media
  • pendekatan ekonomi politik, yang melihat kekuatan media sebagai dasar dari proses ekonomi produksi media
  • pendekatan kulturalis, diman media dipandang sebagai pengaruh yang kuat dalam membentuk kesadaran publik

Teori-teori marxist (yang termasuk dalam kategori teori kritis atau radikal) cenderung menekankan pada peran media dalam memelihara status-quo dari kelas dominan.

Sedang teori-teori Liberalist-Pluralist (Non-Media) kontras dengan teori kritis (marxist) yakni menekankan atau melihat peran media dalam menjalankan kebebasan berbicara (freedom of speech).